PENDAHULUAN
Latar Belakang
Reproduksi adalah suatu
proses perkembangbiakan pada ternak yang diawali dengan bersatunya sel telur
(ovum) dengan sel mani (sperma) sehingga terbentuk zigot kemudian embrio hingga
fetus dan diakhiri dengan apa yang disebut dengan kelahiran. Pada proses
reproduksi ini menyangkut hewan betina dan jantan. Secara umum, proses
reproduksi ini melibatkan dua hal yakni, sel telur atau yang biasa disebut
dengan ovum dan sel mani atau yang biasanya disebut dengan sperma. Ovum sendiri
dihasilkan olah ternak betina melalui proses ovulasi setelah melalui beberapa
tahap perkembangan folikel, sedangkan sperma diproduksi oleh ternak jantan melalui
proses spermatogenesis (proses pembentukan sel gamet jantan atau sperma yang
terjadi di dalam testis tepatnya pada tubulus seminiferus).
Pelaksanaan program
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik pada sapi telah dimulai sejak tahun
1950-an. Dalam pelaksanaannya, operasional program inseminasi buatan ditangani
oleh seorang petugas inseminator. Tingkat keberhasilan kerja seorang
inseminator dapat diukur dengan peningkatan persentase kelahiran anak sapi
sehingga membantu peningkatan populasi ternak ini. Karena bibit semen beku
jantan yang dipergunakan berasal dari sapi jantan unggul, makaanak sapi yang
dilahirkan juga diharapkan memiliki sifat-sifat unggul.
Tujuan
1.
Mengetahui tata cara dan prosedur pelaksanaan Inseminasi Buatan ( IB ).
2.
Mengetahui cara yang tepat melakukan IB
3.
Mengetahui manfaat dari penerapan IB
TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Inseminasi Buatan
(IB)
Inseminasi Buatan (IB)
pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak berabad-abad yang lampau.
Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan
tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akar
cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran
mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan
dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan
ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata
kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan
dan cepat larinya. Inilah kisa awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi
ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan
teknik tersebut. (Toelihere,1985).
Tiga abad kemudian,
barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi. Tepatnya pada tahun 1677,
Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu mikroskop dan muridnya Johan amm
merupakan orang pertama yang melihat sel kelamin jantan dengan mikroskop
buatannya sendiri. Mereka menyebut sel kelamin jantan yang tak terhitung
jumlahnya tersebut animalcules atau animalculae yang berarti jasad renik yang
mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel kelamin jantan
tersebut dikenal dengan spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang
dokter dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada
ovarium kelinci.
Penelitian ilmiah pertama
dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piarann dialkukan oleh ahli fisiologi
dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia
berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian memutuskan untuk melakukan
percobaan pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul
tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan
langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam puluh hari setelah
inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip
dengan induk dan jantan uang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782)
penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang
memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi
dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan normal.
Spallanzani juga
membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada spermatozoatozoa, bukan
pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring semen yang baru
ditampung. Cairan yang tertinggal diatas filter mempunyai daya fertilisasi
tinggi. Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya
mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoatozoa. Dia
mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin
tidak selamanya membunuh spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam
keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama
tujuh setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk lebih
mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi
pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar
kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi. (Salisbury,Vandemark, 1985).
Perkenalan pertama IB pada
peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang dokter hewan Perancis,
Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara
untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih
banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi
kegagalan itu, Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar
dilakukan IB setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan
dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu sapi
dan kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini
kurang praktis untuk dilaksanakan.
Pada tahun 1902, Sand dan
Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh empat konsepsi dari delapan kuda
betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB sebagai suatu cara yang ekonomis
dalam pengunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang berharga dan
memajukan peternakan pada umumnya.
Sejarah Perkembangan
Inseminasi Buatan di Indonesia
Inseminasi Buatan pertama
kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun limapuluhan oleh Prof. B. Seit
dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam
rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di
beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur
(Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH
dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan
sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul
sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat.
Pada tahun 1959 dan
tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB untuk daerah Bogor dan sekitranya
dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B. Seit yaitu penggunaan semen cair
umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Pada waktu itu belum
terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965, keungan negara sangat
memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga
kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam
tempay dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan. (Ismudiono. 1999).
Inseminasi buatan telah
pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di daerah Pengalengan, Bandung
Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran pedet (Calf Show) pertama
hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di daerah
tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tanda-tanda berahi
dengan baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak
melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi, 3)
pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga
perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat.
Kekurang berhasilan
program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena semen yang
digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan
sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi
perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan
kurang dapat perhatian.
Cara Kerja
Alat :
·
Gun
·
gunting
·
plastik shite
·
plastik glove
·
termos/kontainer lapangan
Bahan:
·
Strow
·
air hangat
Prosedur kerja:
1. Kenakan werkpack dan sepatu kandang
2. Tempatkan sapi betina yang sedang
berahi pada kandang kawin. Ikat dengan baik.
3. Singsingkan lengan baju sebelah kiri.
Apabila ada luka, kenakan sarung tangan plastik.
4. Lumuri tangan kiri sampai batas sikut dengan
larutan busa sabun.
5. Hampiri sapi betina dari arah depan
atau samping lalu sentuh/tepuk bagian tubuhnya supaya ternak tersebut
mengetahui keberadaan kita dan tidak kaget sewaktu kita mulai bekerja.
6. Berdiri menghadap bagian belakang sapi
dari arah belakang dengan posisi menyerong ke sebelah kanan sekitar 30o – 45o
dari poros tubuh sapi. Kaki kiri berada sekitar ¾ langkah di depan kaki kanan
sehingga membentuk kuda-kuda yang kokoh tetapi luwes.
7. Tepuk-tepuk bagian bokong sapi
(sedikit di bagian atas ekor) kiri dan kanan untuk melihat reaksi kaki belakang
sapi tersebut.
8. Pegang pangkal ekor sapi dengan tangan
kanan, bengkokan ke arah kanan.
9. Pertemukan kelima jari tangan kiri
sehingga membentuk kerucut, kemudian masukkan ke dalam lubang anus (rektum)
sapi sampai pergelangan tangan melewatinya. Apabila di dalam rongga rectum
terdapat banyak kotoran, keluarkan.
10. Setelah merasa bahwa tangan kiri dapat
leluasa berada di ruang rectum, arahkan telapak tangan kiri tersebut ke dasar
rectum. Cari bagian saluran reproduksi yang berdinding tebal, yaitu cervix
uteri. Tempatkan cervix uteri tersebut dalam genggaman telapak tangan kiri
dengan jalan menyodokkan empat jari (telunjuk sampai kelingking) ke bawah
cervix uteri.
11. Setelah cervix uteri teraba, telusuri
saluran reproduksi bagian depannya, apakah tanduk uterus kiri dan kanan sama
besar atau salah satu lebih besar dari yang lain. Apabila salah satu lebih
besar dari yang lain, hewan tersebut kemungkinan sedang bunting dan jangan
diinseminasi. Apabila kedua tanduk uterus sama besar, maka hewan tersebut tidak
bunting dan perlu diinseminasi. Keluarkan tangan kiri dari dalam rectum.
Lepaskan sarung tangan atau bersihkan taangan kiri tersebut dengan air.
12. Siapkan insemination gun. Lepaskan
bagian penusuknya dari batang utama. Usap batang penusuk dan batang utama
dengan kapas.
13. Masukkan batang penusuk ke dalam
batang utama. Sisakan kirakira sepanjang straw.
14. Buka penutup container nitrogen cair
dan angkat satu canister.
15. Ambil satu straw menggunakan pinset
dan segera kembalikan posisi canister.
16. Rendam straw dalam air suam-suam kuku
sambil digosok-gosok dengan kedua telapak tangan. Angkat dan keringkan
menggunakan kertas tissue.
17. Masukkan straw ke dalam lubang, dari
ujung depan, batang utama insemination gun, sampai mentok.
18. Gunting ujung straw pada batas
kira-kira ½ cm dari ujung insemination gun. Tutup/bungkus batang insemination
gun dengan plastic sheet, dan kuatkan pertautannya menggunakan cincin yang
sudah tersedia. Inseminasi siap dilakukan.
19. Lumuri lagi tangan kiri dengan larutan
kanji encer atau busa sabun, masukkan ke dalam rectum dan lakukan penggenggaman
cervix uteri. Setelah cervix uteri tergenggam, masukkan insemination gun secara
hati-hati ke dalam vagina sapi betina. Arahkan ujung insemination gun ke mulut
saluran cervix.
20. Luruskan arah insemination gun
melewati saluran cervix dengan bantuan tangan kiri menggerak-gerakan cervix dan
tangan kanan mendorong insemination gun secara hati-hati sampai ujung
insemination gun melewati seluruh panjang saluran cervix. Hentikan dorongan tangan
kanan ketika ujung insemination gun sudah keluar dari servix uteri (memasuki
corpus uteri) kira-kira 1–2 cm.
21. Curahkan semen perlahan-lahan dengan
jalan mendorong batang penusuk insemination gun sampai habis. Pencurahan semen
selesai. Insemination gun ditarik keluar vagina dan tangan kiri melakukan
sedikit pijatan pada corpus dan cervix uteri untuk merangsang gerakan saluran
reproduksi sapi betina agar semen terdorong ke bagian depan saluran reproduksi
betina.
22. Keluarkan tangan kiri dari dalam
rectum. Lepaskan plastic sheet dan straw kosong dari insemination gun, buang ke
tempat sampah. Bersihkan insemination gun menggunakan kapas beralkohol. Cabut
batang penusuknya, lalu tetekan alkohol ke dalam lubang batang utama. Simpan
kembali ke tempatnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Yang dimaksud dengan
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah suatu cara atau teknik untuk
memasukkan mani (spermatozoa atau semen) yang telah dicairkan dan telah
diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat
kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut ‘insemination
gun‘.
1. Tujuan Inseminasi Buatan
2. Memperbaiki mutu genetika
ternak
3. Tidak mengharuskan
pejantan unggul untuk dibawa ketempat yang dibutuhkan sehingga mengurangi biaya
4. Mengoptimalkan penggunaan
bibit pejantan unggul secara lebih luas dalam jangka waktu yang lebih lama
5. Meningkatkan angka
kelahiran dengan cepat dan teratur
6. Mencegah penularan /
penyebaran penyakit kelamin.
Keuntungan IB
1. Menghemat biaya
pemeliharaan ternak jantan;
1. Dapat mengatur jarak
kelahiran ternak dengan baik
2. Mencegah terjadinya kawin
sedarah pada sapi betina (inbreeding);
3. Dengan peralatan dan
teknologi yang baik spermatozoa dapat simpan dalam jangka waktu yang lama
4. Semen beku masih dapat
dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati
5. Menghindari kecelakaan
yang sering terjadi pada saat perkawinan karena fisik pejantan terlalu besar
6. Menghindari ternak dari
penularan penyakit terutama penyakit yang ditularkan dengan hubungan kelamin.
Kerugian
IB
1. Apabila identifikasi
birahi (estrus) dan waktu pelaksanaan IB tidak tepat maka tidak akan terjadi
terjadi kebuntingan
2. Akan terjadi kesulitan
kelahiran (distokia), apabila semen beku yang digunakan berasal dari pejantan
dengan breed / turunan yang besar dan diinseminasikan pada sapi betina
keturunan / breed kecil
3. Bisa terjadi kawin sedarah
(inbreeding) apabila menggunakan semen beku dari pejantan yang sama
dalam jangka waktu yang lama
4. Dapat menyebabkan menurunnya
sifat-sifat genetik yang jelek apabila pejantan donor tidak dipantau sifat
genetiknya dengan baik (tidak melalui suatu progeny test).
Prinsip Dasar Inseminsi
Buatan (IB)
Didalam
applikasi teknologi inseminasi buatan maka faktor mutu genetik pejantan yang
digunakan sangat penting untuk diperhatikan karena dari padanyalah sejumlah
besar keturunan akan dihasilkan. Pejantan unggul dapat menghasilkan ± 25.000
ekor anak per tahun melalui penggunaan semen beku, sehingga selama hidup dari
seekor pejantan unggul dapat diperoleh ± 150.000 ekor anak.
Beberapa
kendala dihadapi apabila penggunaan semen beku, diantaranya tidak kontinyunya
persediaan N ² Cair, untuk itu alternatif utamanya adalah dengan menggunakan
semen cair. Teknik ini dapat diterapkan dengan memperhatikan beberapa
persyaratan teknis sehingga applikasinya dapat di laksanakan dengan baik dan
diperoleh hasil yang optimal.
Metode
penampungan semen untuk dipergunakan dalam inseminasi buatan adalah
mengupayakan agar pejantan bereyakulasi ke dalam vagina buatan, dan kemudian
menampung semen ke dalam tabung berinsulasi untuk mencegah rusaknya spermatozoa
karena perobahan suhu. Beberapa aspek tingkahlaku seksual pejantan perlu
diperhatikan dalam penampungan semen seperti : latihan, persiapan menaiki, temperatur
vagina buatan, lama eyakulasi, dan sifat individu pejantan.
Produksi
semen pereyakulasi pada ternak sapi jantan biasanya 4 – 10 ml dan dapat
ditampung 2 – 6 kali perminggu. Sesudah penampungan dan evaluasi semen,
tindakan selanjutnya adalah pengenceran dengan menggunakan beberapa bahan
pengenceran yang mengandung karbohidrat sebagai sumber energi, protein
pelindung, dan antibiotik. Semen sapi dapat diencerkan 10 – 75 kali tergantung
dari kualitas semen yang dihasilkan setiap eyakulasi.
Pada
ternak sapi untuk pelaksanaan inseminasi buatan, didalam satu kali inseminasi
hanya diperlukan 10 – 15 juta spermatozoa motil, sedangkan yang dihasilkan per
satu kali eyakulasi adalah milliaran sperma. Sehingga dengan dosis inseminasi
ini kita dapat menghitung berapa banyak betina yang dapat di inseminasi dari
seekor pejantan.
Semen
yang telah dipersiapkan dapat langsung di inseminasikan ke dalam cervix atau
corpus uteri, dan untuk memperoleh kesuburan yang tinggi inseminasi harus
dilakukan mendekati waktu ovulasi yakni pada paruh kedua fase birahi atau pada
saat yang telah ditentukan apabila menggunakan program sinkronisasi birahi.
Ketepatan waktu itu penting agar spermatozoa segar tersedia dan siap.
Teknologi IB menggunakan
semen beku pada sapi potong telah digunakan sejak belasan tahun silam dengan
tujuan untukmeningkatkan kualitas dan kuantitas ternak sapi melalui penggunaan
pejantan pilihan dan menghindari penularan penyakit atau kawin sedarah.
Selama ini pelaksanaan teknologi IB di lapangan masih mengalami beberapa
hambatan, antara lain S/C > 2 dan angka kebuntingan ≤ 60% (Affandhy 2006),
sehingga untuk meningkatkan populasi dan mutu sapi potong serta guna memperluas
penyebaran bakalan sapi potong, diperlukan suatu petunjuk praktis tentang
manajemen IB mengunakan semen beku mulai dari penanganan ketika straw beku
dalam kontener hingga akan disuntikan/Idi-IB-kan ke sapi induk, termasuk cara
dan waktu IB; dengan harapan dapat memperbaiki manajemen perkawnan melalui
pelaksanaan IB yang selama ini sering menimbulkan permasalahan di tingkat
peternak maupun inseminator. Dengan adanya petunjuk tentang manajemen IB
diharapkan dapat menambah tingkat keterampilan inseminator dan pengalaman
peternak sehinggga tingkat kebuntingan ternak dapat dicapai secara optimal dan tahapan
teknik ini perlu diinformasikan
Siklus Reproduksi (Estrus)
Berahi atau estrus atau
heat, didefinisikan sebagai periode waktu dimana betina mau menerima kehadiran
jantan, kawin, dengan perkataan lain betina atau dara aktif sexualitasnya.
Dalam program perkawinan alami atau IB, seorang manager reproduksi ternak haru
smampu mengenali tanda-tanda berahi dan factor-faktor yang mendorong
berlangsungnya tingkah laku berahi yang normal. Kadar hormone estrogen yang
tinggi mempunyai kaitan denga pemunculan tanda-tanda berahi, adapun pada
dasrnya pemunculan tingkah laku berahi secara sempurna merupakan pengaruh
interaksi antara estrogen dan indera, dalam hal ini terlibta satu gabungan
inderan penciuman, pendengaran dan indera penglihatan. Indera perasa/sentuhan pun
penting pada sapi betina yang melangsungkan perkawinan, melalui gigitan,
jilatan, endusan merupakan bagian dari percumbuan sebelum kopulasi terjadi.
Pada umumnya, sapi betina
induk adan dara enggan istirahat, aktif selama berahi. Sapi-sapi betina mempunyai
sifat yang unik, dimana cenderung homosexual, sehingga memudahkan dalam deteksi
berahi sekalipun tidak ada pejantan. Betina yang berahi akan menyendiri,
menaiki temannya, bahkan mungkin juga menciumi vulva dan seringkali mengangkat
dan mengibas-ibaskan dan mungkin meninggalkan kelompoknya mencari
pejantanekornya.
Betina-betina yang berahi
mempunyai vulva yang lembab, lender bening seringkali nampak keluar dari vulva.
Betina yang dalam fase lain dalam siklus berahi bisa jadi menaiki betina lain,
tetapi tidak mau jika dinaiki, oleh karena itu betina diam dinaiki merupakan
tanda tunggal yang kuat bahwa betina dalam keadaan berahi.
Jika seekor betina
memasuki siklus berahi, manakala betina tersebut dalam keadaan fertile, dimana
betina ini berovulasi atau melepas sel telur dari ovariumnya. Waktu terbaik
unatu menginseminasi dalah jika betina dalam keadaan standing heat, yaitu
sebelum terjadi ovulasi.
Satu hal yang dianjurkan
untuk mengadakan pendeteksian berahi adalah denga cara menempatkan sapi-sapi
dara atau induk pada sebuah padang penggembalaan deteksi berahi. Padang
penggembalaan ini seyogyanya cukup luas, memungkinkan betina-betina bisa
kesana-kemasi dan bebas merumput, namun juga tidak terlalu luas, sehingga
operator dapat mengadakan deteksi berahi dengan mudah.
Satu kunci sukses dalam
deteksi berahi adalah lamanya waktu untuk mengamati betina-betina, memeriksa
tanda-tanda berahi, adalah dianjurkan bagi operator meluangkan waktu selama
minimal 30 menit pada pagi hari dan 30 menit pada sore hari. Operator juga
dianjurkan memperhatikan betina-betina pada waktu-waktu yang sama setiap hari.
Jadi, mempelajari mengenal tanda-tanda berahi dan mengetahuinya betina-betina
yang sedang berahi merupakan kunci suksesnya satu program IB.
Mengenali tanda-tanda
berahi
Adanya pangkal ekor yang
diangkat merupak satu tanda bahwa seekor betina mungkin dalam keadaan berahi.
Hal ini berarti bahwa seekor induk atau dara akan tetap diam berdiri membiarkan
dinaiki, satu tanda dari standing heat.
Aktif, enggan istirahat.
Betina tidak mau diam, nervous bisa menjadi satu tanda bahwa betina dalam
keadaan berahi.
Vulva bengkak. Salah
satu dari beberapa tanda secara fisik yang bisa dikenali adalah vulva yang
membengkak, sebagai akibat peningkatan aliran darah yang membesarkan pembuluh-pembuluh
darah di daerah vulva. Vulva yang bengkak mudah dibedakan dengan vulva yang
keriput sewaktu tidak dalam keadaan berahi.
Lendir bening.
Lendir bening keluar dari vulva, seringkali melekat pada ekor, bagian belakang
dari kaki belakang atau bahkan ke atas punggung, juga menjadi salah satu tanda
berahi. Lendir yang kemrahan pada ekor menunjukkan berahi muncul 1 atau 2 hari
sebelumnya.
1.
Estrus
Estrus didefinisikan
sebagai periode waktu ketika betina reseptif terhadap jantan dan akan
membiarkan untuk dikawini. Lamanya periode estrus bervariasi antar spesies.
Estrus berlangsung selama 12-18 jam pada sapi, 24-36 jam pada domba, 40-72 jam
pada babi, dan 4-8 hari pada kuda. Ovulasi yang berkaitan dengan estrus terjadi
10-12 jam sesudah akhir estrus pada sapi, pertengahan sampai akhir estrus pada
domba, kira-kira mid-estrus pada babi, dan 1-2 hari sebelum akhir estrus pada
kuda (Bearden,1984).
2.
Metestrus
Periode metestrus dimulai dengan berhentinya estrus dan
berlangsung kira-kira 3 hari. Terutama, hal ini merupakan suatu periode
pembentukan corpus luteum.selama akhir estrus dan proestrus, konsentrasi
estrogen ang tinggi meningkatkan vaskularisasi endometrium. Vaskularisasi ini
mencapai puncaknya kira-kira 1 hari sesudah akhir estrus. Dengan menurunnya
kadar estrogen, kerusakan kapiler dapat terjadi yang menghasilkan hilangnya
sedikit darah (Bearden,1984).
3.
Diestrus
Diestrus dikarakteristikkan sebagai periode dalam siklus estrus
ketika corpus luteum fungsional penuh. Pada sapi dimulai kira-kira hari ke-5
siklus, ketika suatu peningkatan konsentrasi progesteron dalam dalam darah dan
dapat dideteksi pertama kali, dan berakhir dengan regresi corpus luteum pada
hari 16 dan 17 (Bearden,1984).
4.
Proestrus
Proestrus dimulai dengan regresi corpus luteum dan merosotnya
progesteron serta melajut sampai dimulai estrus. Ciri utama dari proestrus
adalah terjadinya pertumbuhan folikel yang cepat. Akhir dari periode ini adalah
pengaruh estrogen pada sistem saluran reproduksi dan gejala tingkah laku
mendekati estrus dapat diamati (Bearden,1984).
KESIMPULAN
Inseminasi Buatan sebagai
alat yang efektif untuk memperbaiki mutu genetik dan meningkatkan populasi
ternak, masih memerlukan penanganan dan perhatian yang serius pada ternak
kerbau, karena adanya fenomena kesulitan mendeteksi berahi yang berkaitan dengan
adanya fenomena silent heat (berahi tenang) dan rendahnya kualitas semen beku
pasca thawing. Untuk mengoptimalkan program IB pada ternak kerbau sehingga
efisiensi reproduksinya meningkat, ada beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian yaitu:
1.
Thawing semen beku sebaiknya dilakukan dengan menggunakan air pada
suhu 37oC dalam waktu 15-30 detik.
2.
Waktu inseminasi sebaiknya dilakukan 12-16 jam sesudah munculnya
gejala berahi atau 8-9 jam sebelum akhir berahi dengan peletakan semen pada
pangkal corpus uteri (cincin 4).
3.
Proses penanganan semen beku (pengeluaran dari container, thawing
sampai diinseminasikan) tidak boleh lewat dari 2,5 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Salisbury, G.W dan N.L. Vandemark, 1985, Fisiologi Reproduksi dan
Inseminasi Buatan Pada Sapi, diterjemahkan R. Djanuar, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Toelihere MR, 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit
Angkasa. Bandung.
—————–, 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa.
Bandung.
Ismudiono.
1999. Fisiologi Reproduksi Ternak. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya.
Mac
Millan, K. L. 1983. Prostaglandin Response in Dairy Herd Breeding Programs. J. Vet. 31: 110-113.
Moreira,
F., De la Sota, R.I., Diaz, T., and Thatcher, W.W. 2000. Effect of Day of the estrous Cycle at the Inisiation of a Timed
Artificial Insemination Protocol on Reproductive
Responses in Dairy Heifers. J. Anim. Sci. 78:1568-1576
No comments:
Post a Comment